Memento Mori Mengingat Kematian, Agar Hidup Lebih Bermakna


 

Pernah terpikir kalau hari ini adalah hari terakhirmu hidup di dunia?

Bayangkan: Kamu bangun pagi, seperti biasa. Cuci muka, ngopi, cek notifikasi. 
Lalu pergi bekerja, bercanda dengan teman, tertawa sejenak. 
Tapi tanpa kamu tahu, hari itu adalah hari terakhirmu.

Tidak ada peringatan. Tidak ada alarm. Tidak ada ucapan selamat tinggal. Hanya... selesai.

Tiba-tiba, semua hal yang kamu tunda—“nanti aja deh minta maafnya,” “suatu hari aku bakal kejar mimpiku,”—jadi tidak lagi punya kesempatan.


Ketika Kematian Datang Tanpa Undangan

Gue pernah kehilangan teman dekat di usia yang sangat muda—baru 25 tahun. Namanya Rico. 
Orangnya supel, selalu bawa energi positif ke mana pun dia pergi. 
Kami sering ngobrol tentang hal-hal random sampai hal-hal dalam banget, kayak: “Nanti kalau udah tua, kita buka kafe buku yuk.”

Tapi hidup punya rencana lain. Kecelakaan itu datang begitu cepat, tanpa aba-aba.

Yang bikin gue hening bukan cuma kesedihan karena kehilangan dia, 
tapi rasa bersalah karena banyak hal belum sempat gue bilang. 
Gue bahkan lupa terakhir kali bilang, “Lo keren, Ric. 
Makasih udah jadi temen yang tulus.”

Sejak hari itu, satu kalimat terus terngiang di kepala gue:

"Memento Mori."
Ingatlah, kamu akan mati.

Bukan untuk menakuti. Tapi untuk mengingatkan: setiap detik itu suci.


Apa yang Akan Kamu Lakukan Kalau Tahu Hidupmu Tinggal Seminggu?

Kita hidup seolah-olah waktu adalah sumber daya yang nggak akan habis. 
Kita simpan kata sayang untuk nanti. 
Kita tunda passion karena belum "siap". 
Kita jalani hari demi hari seperti robot, berharap akhir pekan bisa jadi pelarian.

Padahal, yang kita hindari untuk diingat—kematian—justru bisa jadi kompas paling jujur dalam hidup.


Memento Mori bukan ajakan untuk murung. Tapi ajakan untuk sadar.

Untuk:

  • Memaafkan lebih cepat.
  • Berkarya lebih tulus.
  • Mencintai lebih dalam.
  • Menghargai waktu seakan itu emas—karena memang iya.


Mungkin Kita Butuh Sedikit Mati, Agar Bisa Benar-Benar Hidup

Mungkin, yang kita butuhkan bukan lebih banyak waktu...
Tapi lebih banyak kesadaran akan kefanaan.

Karena begitu kita sadar semuanya bisa berakhir kapan saja, kita mulai hidup dengan cara yang lebih bermakna. 
Kita pilih untuk hadir sepenuhnya. Kita ubah "nanti" jadi "sekarang". 
Kita berhenti takut jadi manusia yang rapuh... karena justru di situlah kita paling hidup.


Apa satu hal yang akan kamu lakukan berbeda, kalau tahu waktumu tinggal seminggu?


Tulis di kolom komentar. 
Siapa tahu, jawabannya bisa jadi pengingat hidup buat orang lain juga. 🌿

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.