Kamu Nggak Harus “Sempurna” Biar Layak Dicintai


 

Pernah nggak sih kamu ngerasa, 
“Kalau aku lebih kurus… 
lebih pintar… 
lebih sukses… 
mungkin baru deh ada yang bisa benar-benar sayang sama aku”?

Kalau iya, kamu nggak sendiri. 

Tapi izinkan aku cerita sesuatu yang mungkin akan bikin kamu ngelihat cinta dari sisi yang lebih jujur—dan lebih manusiawi.


Waktu itu, temenku—sebut aja namanya Lia—curhat tengah malam.
“Gue capek jadi orang yang selalu harus ‘baik-baik aja’ supaya disayang,” katanya.
Dia baru putus. 
Lagi. 
Katanya si cowok bilang, “Kamu terlalu sensitif, aku jadi nggak nyaman.”

Lia jadi mikir, mungkin memang dia yang salah. 
Mungkin dia terlalu banyak nuntut, terlalu mudah nangis, terlalu ini-itu. 
Dan akhirnya, dia ngelakuin yang banyak dari kita juga lakukan: mencoba berubah jadi versi “sempurna” demi bisa dicintai.

Tapi lama-lama dia lelah. 
Karena semakin dia ngilangin sisi dirinya yang "nggak enak", semakin dia merasa kosong. 
Dia kehilangan dirinya sendiri… demi cinta yang bahkan nggak pernah ngelihat dirinya secara utuh.

Dan di titik itu, dia sadar:

Cinta yang sehat nggak butuh kamu sempurna. 
Cinta yang tulus akan duduk di samping kamu, bahkan saat kamu sedang berantakan.


Banyak dari kita tumbuh di lingkungan yang ngajarin bahwa kita cuma pantas dicintai kalau jadi versi terbaik dari diri sendiri. 
Harus kuat. 
Harus kalem. 
Harus cantik/ganteng. 
Harus pintar. 
Harus kaya.
 Harus lucu tapi nggak norak. Harus mandiri tapi jangan terlalu dominan.

Tapi gimana kalau cinta yang paling tulus justru datang saat kita berani tampil sebagai manusia biasa—dengan luka, takut, marah, dan tangis?

Gimana kalau kamu nggak harus sempurna dulu buat jadi pantas dicintai?


Jadi, buat kamu yang lagi ngerasa “nggak cukup” dan mikir harus berubah biar ada yang mau sayang…

Berhenti sebentar. Tarik napas.
Lihat dirimu sekarang.
Dengan segala lebih dan kurangmu, kamu tetap layak dicintai. 
Bukan nanti, bukan kalau udah berubah. 
Tapi sekarang juga.

Karena cinta yang sejati itu nggak buta.
Dia melihat semuanya—dan tetap memilih tinggal.


Bagaimana menurutmu?

Pernah nggak ngerasa harus jadi "versi lebih baik" dulu supaya dicintai? 
Atau justru pernah merasa dicintai saat lagi jadi diri sendiri sepenuhnya?


Cerita di kolom komentar ya. Mungkin kisahmu bisa jadi penguat buat yang lain. ❤️

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.