Hidup Bukan Kompetisi: Kita Nggak Lagi Balapan, Teman.
Aku pernah merasa kalah, padahal nggak ada yang sedang bertanding denganku.
Teman lain sudah menikah dan punya anak kedua. Sementara aku? Masih bingung mau makan apa malam ini.
sementara semua orang sudah melaju jauh. Tapi lalu, sesuatu mengubah cara pandangku.
Ceritanya,
Deadline kerjaan mendekat, tapi pikiranku malah sibuk membandingkan hidupku dengan orang lain.
Instagram story teman-teman seperti highlight film yang penuh pencapaian: promosi jabatan, traveling ke Eropa, pasangan yang romantis, tubuh ideal setelah gym, dan senyum yang seolah tanpa beban.
Aku merasa hidupku... biasa aja. Dan itu menyakitkan.
Rambutnya sudah memutih, tangannya gemetar saat memegang cangkir kopi.
Kami ngobrol, ringan saja, tentang cuaca, lalu tiba-tiba dia berkata:
“Dulu saya iri lihat teman yang lebih sukses. Tapi sekarang, yang saya ingat bukan siapa yang menang… tapi siapa yang saya sayangi, dan siapa yang menyayangi saya.”
Aku diam. Kata-katanya nyangkut di kepala seperti lagu yang terus terulang.
Sejak kapan kita mengubah hidup jadi lomba?
Balapan punya rumah.
Balapan naik jabatan.
Balapan “healing” seolah luka harus cepat sembuh.
Balapan bahagia, padahal definisinya beda-beda.
Nggak semua orang larinya di trek yang sama. Dan yang paling penting:
nggak semua orang ingin ke tempat yang sama.
Yang satu ingin tinggal di desa dekat laut, yang lain bermimpi di kota besar.
Lalu kenapa harus membandingkan?
Bayangkan kalau hidup bukan soal siapa yang lebih dulu sampai, tapi siapa yang menikmati setiap langkahnya.
Kalau kamu sedang merasa tertinggal, ingat: kamu nggak sedang terlambat—kamu sedang berjalan di rute yang beda. Dan itu sah.
Sekarang giliran kamu cerita…
Pernah nggak merasa hidupmu tertinggal dibanding orang lain?
Apa yang bikin kamu sadar bahwa hidupmu tetap berharga, bahkan tanpa validasi pencapaian?
👇 Share di kolom komentar, siapa tahu ceritamu jadi pelipur untuk yang lagi ngerasa sama.
Tidak ada komentar: